Pengurangan Jam Kerja Bagi Perempuan
Rencana Pengurangan Jam Kerja Bagi Perempuan
Rencana Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) yang akan mengurangi jam kerja bagi perempuan dinilai tidak tepat. JK dianggap tidak menghargai kesetaraan gender yang selama ini telah diperjuangkan oleh perempuan.
"JK harus banyak belajar dari perempuan. Ini namanya kemunduran karena justru tidak membantu perjuangan perempuan yang selama ini justru terus mengalami diskriminasi terutama di tempat kerja," ujar Ketua Ikatan Alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia (ILUNI FHUI), Melli Darsa dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (4/12).
Melli mengatakan bahwa perempuan masih belum sepenuhnya memperoleh hak baik di tempat kerja sekaligus di mata hukum. Menurut dia, posisi strategis di setiap institusi masih sangat maskulin lantaran didominasi oleh kaum laki-laki.
"Juga soal gaji masih banyak didominasi kaum pria. Kalau ditambah lagi perempuan dikurangi jam kerjanya 2 jam, ini namanya menghambat karir, prestasi dan produktivitas wanita," ungkap Melli.
Selanjutnya, terang Melli, seharusnya JK lebih memikirkan solusi cerdas untuk menyelesaikan segala permasalahan yang dihadapi pekerja perempuan. Salah satunya dengan memperbaiki kebijakan yang tidak berpihak pada perempuan.
"Jadi kami harap pemerintah Jokowi-JK gunakan cara cerdas, jangan mengada-ada dan politis," terang Melli.
Pengurangan Jam Kerja Perempuan Dinilai Diskriminatif
Menurut Gadis Arivia, pendiri Jurnal Perempuan dan Pelita UI, wacana Wapres Jusuf Kalla pada Rabu (26/112014) lalu yang kemudian direspon Menteri Tenaga Kerja (Menaker) Hanif Dhakiri harus dikaji kembali.
"Pertama, itu diskriminatif terhadap laki-laki yaitu ayah karena pengasuhan dan pendidikan anak itu tanggung jawab kedua orangtua, bukan ibu saja," kata Gadis di kawasan Menteng Atas, Tebet, Jakarta Selatan, Rabu (4/12).
Selain itu, pemangkasan jam kerja tersebut juga membuat posisi perempuan seolah-olah dibatasi khususnya mereka yang tidak menikah dan/atau memiliki anak. "Karena perempuan dan laki-laki itu punya potensi sama dalam profesionalisme pekerjaan," paparnya.
Selanjutnya, menurut Gadis, wacana tersebut juga dinilai mengebiri potensi dan hak kaum hawa.
"Hak untuk mengembangkan diri dan berkarier dalam artis seluas-luasnya jadi dibatasi," tuturnya
Pengurangan Jam Kerja, Tamparan Bagi Perempuan
Gadis Arivia juga berharap wacana itu tidak benar-benar menjadi sebuah kebijakan Presiden Jokowi.
"Kalau pak Jokowi buat kebijakan ini, ini jadi tamparan buat perempuan dan harap berhati-hati," tegas Gadis.
Ia mengatakan, wacana yang saat ini tengah dikaji Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri tersebut justru bisa mengecewakan perempuan karena sebagai bentuk diskriminasi.
"Jangan sampai perempuan marah. Karena kalau perempuan marah tahu sendiri akibatnya. Apalagi pendukung mayoritas itu perempuan," tandas dia.
Pengurangan Jam Kerja Perempuan Tak Bisa Diterapkan Swasta
Gadis Arivia malanjutkan, banyak implikasi yang akan terjadi jika hal tersebut diterapkan. Salah satunya peluang kerja bagi perempuan akan semakin berkurang.
Perusahaan atau pemberi kerja akan lebih memilih pekerja laki-laki yang mempunyai kontribusi lebih banyak dalam pekerjaan.
"Tentu perusahaan tidak mau rugi. Karena kalau merekrut perempuan, kinerjanya lebih rendah dari laki-laki jika aturan tersebut diterapkan," tuturnya dalam konferensi pers di kantor Jurnal Perempuan, Jl Lontar, Menteng Dalam, Jakarta Selatan.
Ketua Iluni FH UI, Meilin Dasa menilai, wacana tersebut adalah wacana politis. Menurutnya, hal itu dilontarkan Jusuf Kalla sebagai ucapan politis saat bertemu dengan pihak tertentu.
"Sebaiknya pemerintah jangan membuat kebijakan yang bersifat politislah. Jangan membuat aturan yang nantinya berpotensi dilakukan judicial review," ujar Meilin dalam kesempatan yang sama.
Salah seorang karyawan swasta, Ria yang juga hadir dalam konferensi pers tersebut mengungkapkan hal serupa. Menurutnya, kebijakan tersebut sangat tidak efektif jika nantinya diterapkan di sektor swasta.
"Di swasta, jam kerja kami lebih fleksibel. Jam kerja kan kuantitas. Bisa saja dia selesaikan pekerjaannya dalam waktu cepat kemudian dia pulang," kata Ria.
Mereka berharap Menaker Hanif Dhakiri tidak menindaklanjuti wacana itu. "Ini pernyataan blunder Wapres JK yang seharusnya tak perlu ditindaklanjuti oleh Menaker," tutupnya.
Pengurangan jam kerja jangan jadi pengekang perempuan
Ketua Sub Komisi Reformasi Hukum dan Kebijakan Komnas Perempuan, Kunthi Tridewiyanti, mengatakan bahwa pengurangan jam kerja bagi pekerja perempuan tidak akan menjadi masalah selama tidak membatasi perempuan dalam pekerjaannya.
"Sebenarnya kalau dibilang jam kerja diperhitungkan untuk perempuan baik saja. Tapi penting dipahami ini jangan sampai menyebabkan pembatasan perempuan dalam pekerjaan," ujar Kunthi di Gedung Mahkamah Konstitusi, di Jakarta, Kamis.
Sebelumnya Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan kebijakan pengurangan jam kerja bagi perempuan pegawai negeri sipil yang memiliki anak berusia di bawah lima tahun (balita), diberlakukan dengan tujuan supaya perempuan memiliki waktu yang lebih banyak untuk keluarga.
Berdasarkan hal tersebut, Kunthi kemudian berpendapat bahwa dalam pembatasan jam kerja itu masih memperlihatkan bahwa persoalan keluaga hanya dibebankan kepada perempuan.
"Kita menegaskan ibu adalah kepala rumah tangga, suami adalah kepala keluarga. Dalam konteks tertentu tidak semua suami menjadi kepala keluarga, justru istri yang menjadi kepala keluarga. Jadi lagi-lagi beban istri menjadi ganda," jelas Kunthi.
Wakil Presiden Jusuf Kalla sebelumnya pada Rabu (3/12) menyebutkan bahwa pengurangan jam kerja bagi perempuan pegawai negeri sipil hanya berlaku untuk ibu yang memiliki anak usia balita dan ibu menyusui.
"Ini berlaku hanya kepada ibu yang punya anak kecil, mau menyusui, mau antar ke sekolah supaya bangsa ini tetap mempunyai merasa cinta keluarga dan sebagainya, jangan keluarga dilupakan," katanya di Kantor Wakil Presiden Jakarta.
Wakil Presiden juga menyebut perlunya penyediaan tempat penitipan anak-anak bagi para ibu bekerja supaya mereka tetap bisa menyusui dan dapat memperhatikan anak-anak mereka.
"Tapi ada syaratnya juga, disarankan semua kantor-kantor bisa ada tempat penitipan anak," katanya.
Menpan RB: Pengurangan Jam Kerja Wanita Baru Berlaku untuk PNS
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi akan segera menindaklanjuti usulan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang meminta pengurangan jam kerja bagi pekerja wanita. Usulan ini muncul karena kekhawatiran pria yang akrab disapa JK itu terhadap masa depan generasi bangsa.
"Kita akan bahas dan dalami gagasan dari Pak Wapres. Insya Allah kita akan terapkan," kata Menpan RB, Yuddy Chrisnandi usai hadiri HUT Korpri di Silang Monas, Jakarta, Senin, 1 Desember 2014.
Yuddy menilai, usulan Wapres JK sangat bijak dan manusiawi. Dengan begitu, para pekerja wanita diberi kesempatan untuk mengurus anak mereka.
"Setiap perempuan bisa memberikan perhatian lebih pada keluarganya, terlebih pada anak-anak yang masih kecil. Apalagi pengantin baru, kalau suaminya ditinggal-tinggal gimana?" ujar dia.
Sayangnya, kebijakan pengurangan jam kerja bagi pekerja wanita ini baru bisa diterapkan bagi pegawai negeri sipil (PNS). "Sementara ini untuk PNS karena kita kan tidak bisa mengatur swasta," ujar menteri yang juga politikus Hanura ini.
Sebelumnya JK mengusulkan agar jam kerja untuk perempuan dikurangi. Wacana ini disampaikan Ketua Umum Pesatuan Umat Islam Nurhasan Zaidi usai bertemu dengan Jusuf Kalla di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa, 25 November 2014.
Zaidi mengatakan, kedatangannya menemui Kalla adalah untuk mengundang dalam Muktamar PUI di Palembang, Januari 2015 nanti. Saat berbincang pada pertemuan itu, JK tiba-tiba menyampaikan ingin mengurangi jam kerja untuk perempuan.(dari berbagai sumber)
Bagikan kalau menurut anda bermanfaat
BACA JUGA..